Trankonmasinews.com, SAMPANG – Pemerintah kembali menegaskan bahwa Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) merupakan program nasional yang bersifat gratis, bukan celah untuk dijadikan ajang pungutan liar oleh oknum aparat desa.
Melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), pemerintah menyatakan bahwa program ini dirancang untuk memudahkan masyarakat memperoleh kepastian hukum atas kepemilikan tanah tanpa dipungut biaya berlebih.
Tapi sayang seribu sayang di sejumlah wilayah, seperti di Kabupaten Sampang wilayah Kecamatan Sokobanah masih ditemukan praktik penyimpangan oleh oknum kepala desa maupun penjabat kepala desa (Pj) serta perangkatnya, yang nekat memungut uang dari warga dengan dalih adanya Peraturan Desa (Perdes).
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kabupaten Sampang, Khoirul Anam, mengecam tindakan tersebut. Ia menegaskan bahwa Perdes tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, termasuk Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Tahun 2017.
Dalam SKB tersebut ditegaskan bahwa biaya yang diperbolehkan dalam program PTSL hanya untuk keperluan administrasi ringan dan maksimal sebesar Rp150.000.
“Jika ada oknum kepala desa atau perangkat desa yang membuat Perdes untuk melegalkan pungutan melebihi ketentuan, maka Perdes itu secara hukum batal demi hukum. Dan apabila tetap memungut, dapat dijerat sebagai tindak pidana pungutan liar (pungli),” tegas Anam.
Lebih lanjut, Anam mengingatkan bahwa tindakan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 12 huruf eUndang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dalam pasal itu disebutkan bahwa setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang secara melawan hukum memaksa seseorang memberikan sesuatu, diancam dengan hukuman penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun hingga 20 tahun penjara, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Tak hanya itu, jika pungutan liar dilakukan secara terorganisir, pelaku juga berpotensi dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor dan bisa dikenai sanksi pemberhentian dari jabatan.
Anam, yang akrab disapa Anam Sakti, kembali menegaskan bahwa seluruh proses pengurusan PTSL sepenuhnya dibiayai oleh negara. Peran desa hanya terbatas pada pendataan dan verifikasi, bukan untuk menarik biaya dari masyarakat.
“Program PTSL adalah wujud nyata kehadiran negara dalam menjamin hak atas tanah bagi rakyat. Oleh karena itu, semua pihak, termasuk kepala desa, wajib menjalankannya sesuai aturan. Menggunakan Perdes sebagai tameng untuk pungli adalah bentuk penyalahgunaan wewenang dan akan kami proses secara hukum,” ujarnya.
Anam juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan segan melaporkan setiap temuan pelanggaran kepada aparat penegak hukum demi menegakkan keadilan dan menjaga integritas pelayanan publik.










