SEMARANG [Trankonmasinews] – Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang, AM Jumai, menyampaikan keprihatinan mendalam atas maraknya peredaran daging babi dan restoran yang menjual menu olahan babi di berbagai titik Kota Semarang. Pernyataan ini muncul menyusul keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah yang menegaskan keharaman peternakan babi di Jepara bagi umat Islam.
Menurut AM Jumai, toleransi dan kebebasan berkeyakinan memang merupakan hak yang dijamin konstitusi, sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Namun, ia menegaskan bahwa kebebasan tersebut tidak boleh dijalankan secara vulgar di ruang publik yang mayoritas penduduknya beragama Islam, apalagi tanpa penandaan yang jelas.
“Fatwa MUI Jawa Tengah sudah menegaskan babi itu haram bagi umat Islam. Maka transparansi pelabelan dan pemasaran sangat penting. Jangan hanya beralasan agar jelas mana resto halal dan mana non-halal, lalu seenaknya menjual menu non-halal di kawasan mayoritas Muslim. Ini soal etika, sensitivitas, dan kearifan lokal,” tegasnya.
AM Jumai mengingatkan bahwa beberapa tahun lalu pernah terjadi polemik ketika di Kota Semarang digelar Pork Festival yang menuai penolakan keras dari berbagai ormas Islam, termasuk dirinya. Acara tersebut akhirnya dibatalkan setelah gelombang protes menguat. Kini, ia menilai fenomena maraknya penjualan daging babi di sejumlah kecamatan menjadi alarm perlunya pengawasan ketat dari pihak berwenang.
Dari hasil audiensi dengan Wali Kota Semarang, DPRD Kota Semarang, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, AM Jumai mendapati bahwa hingga kini belum ada Peraturan Daerah (Perda) khusus yang mengatur peredaran dan pemasaran daging babi. Menurutnya, regulasi ini sangat diperlukan, bukan untuk melarang umat lain mengonsumsi, tetapi demi keteraturan, pelabelan yang jelas, serta menghindari potensi gesekan sosial.
Ia menekankan, konsumen olahan babi yang umumnya non-Muslim patut dihormati. Namun, pelaku usaha diharapkan tidak memasarkan produk tersebut secara berlebihan di wilayah mayoritas Muslim, demi menjaga harmoni sosial.
Lebih lanjut, AM Jumai memandang Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) memiliki peran strategis dalam mengedukasi masyarakat dan memfasilitasi dialog antaragama terkait isu-isu sensitif seperti ini. Ia juga berharap pemerintah daerah bersama DPRD segera merumuskan aturan yang berpihak pada ketertiban dan kearifan lokal, serta aparat penegak hukum dapat mengawasi dan menindak tegas pelanggaran, terutama terkait penipuan label atau pencampuran bahan haram pada produk halal.
“Kita harus jaga Semarang sebagai kota yang ramah, toleran, dan damai. Kebebasan berkeyakinan tetap harus diiringi kesadaran akan etika dan sensitivitas sosial. Inilah wujud toleransi yang sesungguhnya,” pungkas AM Jumai.
Oleh : Dr H AM Jumai, SE.MM
















