Presiden Prancis Emmanuel Macron melontarkan peringatan soal potensi “perang saudara” di negaranya menjelang pemilu parlemen.
Peringatan ini disampaikan saat partai sayap kanan Rally Nasional (RN) dan koalisi sayap kiri Front Populer Baru kini terdepan dalam jajak pendapat menjelang pemilu parlemen Prancis.
Seperti dilansir Reuters, Rabu (26/6/2024), peringatan itu disampaikan Macron saat berbicara kepada podcast “Generation Do It Yourself” yang disiarkan pada Senin (24/6) waktu setempat
Macron menuduh RN dan Front Populer Baru sedang memainkan politik identitas dan berisiko memicu “perang saudara” di Prancis.
Disebutkan oleh Macron bahwa manifesto Partai RN, yang berada di posisi pertama di sejumlah survei pemilu, dan solusi mereka untuk mengatasi ketakutan atas tindak kejahatan dan imigrasi didasarkan pada “stigmatisasi atau perpecahan”.
“Saya pikir solusi yang diberikan oleh kelompok sayap kanan tidak mungkin dilakukan, karena hal ini mengkategorikan orang berdasarkan agama atau asal usul mereka, dan itulah mengapa hal ini mengarah pada perpecahan dan perang saudara,” ucap Macron kepada podcast tersebut.
Macron juga melontarkan kritikan yang sama untuk partai sayap kiri ekstrem France Unbowed (LFI), yang merupakan bagian dari koalisi Front Populer Baru.
“Tetapi ada juga perang saudara di baliknya karena Anda hanya mengkategorikan orang-orang berdasarkan pandangan agama atau komunitas tempat mereka berada, yang bisa dibilang merupakan pembenaran untuk mengisolasi mereka dari komunitas nasional yang lebih luas dan dalam hal ini, Anda akan mengalami perang saudara dengan mereka yang tidak memiliki nilai-nilai yang sama,” sebut Macron.
Peringatan Macron itu menuai kritikan dari RN dan France Unbowed.
“Seorang Presiden tidak boleh mengatakan hal itu,” ucap presiden partai RN Jordan Bardella, yang dipandang sebagai calon Perdana Menteri (PM) Prancis jika partainya menang pemilu parlemen.
Ketua Partai France Unbowed, Jean-Luc Melenchon, mengecam komentar Macron dan menuding balik bahwa kebijakan sang Presiden Prancis sendiri yang telah menyebabkan kerusuhan sipil, seperti di wilayah Kaledonia Baru.
Prancis bersiap melakukan pemungutan suara pada 30 Juni dalam pemilu yang disebut paling terpolarisasi selama beberapa dekade terakhir di negara tersebut. Awal bulan ini, Macron mengumumkan digelarnya pemilu parlemen setelah Partai RN meraih kemenangan telak dalam pemilu Parlemen Eropa.
Laporan AFP menyebut bahwa sejumlah jajak pendapat menunjukkan Partai RN bisa meraih 35-36 persen suara pada putaran pertama pemilu parlemen Prancis nanti. Angka itu mengungguli aliansi sayap kiri dengan prediksi perolehan 27-29,5 persen suara.
Sementara Partai Renaissance yang menaungi Macron, yang berada di kubu sentris, diprediksi menempati posisi ketiga dengan perolehan 19,5-22 persen suara.
Putaran kedua pemilu parlemen Prancis akan digelar pada 7 Juli mendatang, hanya di daerah pemilihan di mana tidak ada kandidat yang memperoleh suara lebih dari 50 persen pada putaran pertama.