Ajimuddin Elkayani, Ketua DPC ProJo Sumenep. (Foto: Varies)
Trankonmasinews.com, SUMENEP – Kenaikan PPN (pajak pertambahan nilai) dari 11% menjadi 12% akan berlaku dalam hubungan beberapa hari ke depan. Berbagai kritik dan demonstrasi bermunculan. Telunjuk dan tudingan saudara-saudara kita tentu saja mengarah kepada Presiden Prabowo. Meskipun Presiden Prabowo sekadar menjalankan perintah undang-undang, tetapi itulah yang harus dihadapi.
Ajimuddin, Ketua DPC Projo Sumenep menilai bahwa kritik dan unjuk rasa itu adalah vitamin bagi pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun kita mesti kembali kepada sejarah kenaikan PPN 12 % ini bukan ditetapkan hari ini atau tahun 2024 tetapi diresmikan tahun 2021 di era Presiden Jokowi.
Penetapan PPN 12 persen sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Sebelum UU itu dijalankan oleh ekskutif atau pemerintah, pastilah sudah melalui analisis, diskusi dan sidang yang berjilid-jilid di gedung wakil rakyat di Senayan. Sebuah gedung yang diisi oleh para wakil rakyat dari berbagai partai politik, termasuk PDI-P yang saat ini nampak paling vokal mengkritik kenaikan PPN 12 %.
Menurut Ketua Projo Sumenep, “semua partai politik yang ada di Senayan, terlebih mereka yang terlibat langsung pembahasan UU nomor 7 tahun 2021 wajib ikut menjelaskan kepada publik dan masyarakat, apa plus-minus dan dampaknya atas masyarakat dan Negara-Bangsa.
“Bukan ikut memperkeruh suasana demi keuntungan kelompoknya,” tambah Ajimuddin.
Kecenderungan oknum politisi yang kepentingannya sedang berbeda dengan penguasa, biasanya selalu mengumbar argumentasi yang seolah-olah ilmiah dan akademik padahal menusuk dari belakang. Semacam argumentum ad hominem sebuah strategi retorikal ketika seseorang menyerang personal yang cenderung berada di posisi yang dapat dipersalahkan, imbuh Ajimuddin.